-->

Kasus Curi 6 Janjang Sawit PT. Moeis, Zamal Setiawan, SH Minta PN Kisaran Bebaskan Kliennya

 

                     Ketgam:  Zamal Setiawan, SH

BATU BARA - Perisainusantara.com

Zamal Setiawan, SH selaku Kuasa Hukum Suriadi , meminta Pengadilan Negeri Kisaran untuk membebaskan klien nya, dalam kasus curi 6 janjang buah Sawit di PT. Moeis Kabupaten Batu Bara, demi masalah Sosial.

Hal lain juga di dasari PT. MOEIS gagal membuktikan Hak atas Tanahnya, yang Berkonsekuensi, maka Suriadi Harus di Bebaskan.

Sesuai No : 3/Pers/X/2023 Selasa lalu (10/10/23) Suriadi menghadapi Sidang di Pengadilan Negeri yang mengagendakan Pemeriksaan saksi dari Pihak PT. MOEIS, 

Bahwa mengingat persoalan ini menggugat rasa keadilan, maka kami Selaku Kuasa Hukum Suriadi, dari kantor Firma Hukum Zamal Setiawan & Partners, memberikan catatan persidangan sebagai berikut : 

Pertama, Bahwa perkara ini merupakan problematika sosial yang sejatinya harus diurai dan menjadi Tugas Pemerintah pusat maupun Pemerintah Kabupaten Batu Bara dalam memelihara fakir miskin untuk mangangkat kualitas hidupnya, 

Sehingga tidaklah arif dan bijaksana, bila Suriadi dengan latar belakang sebagai keluarga dibawah garis kemiskinan, yang dikarenakan untuk kebutuhan Hidup diri sendiri dan keluarganya di hari itu, telah  Khilaf, dan terpaksa dan penuh Penyesalan mengambil Buah Sawit 6 tandan Milik PT. MOEIS, dan berujung harus di Dakwa dengan ancaman hukuman 7 Tahun sebagaimana pasal 111 UU No. 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan.

Kedua, Bahwa kami berpendapat persoalan ini, memiliki persoalan multi dimensi sehingga kami beberapa kali mencoba mendorong berbagai Pihak melihat persoalan ini dengan sudut pandang penyelesaianya adalah dengan Pendekatan Restorative Justice 

Namun Pihak Kepolisian, Kejaksaan, Terakhir pada Persidangan di Pengadilan Negeri Kisaran Menolak untuk jalan penyelesaianya tersebut. 

Pada hal tersebut secara Yuridis, Kelembagaan Criminal Justice System secara bertingkat baik Kepolisian, Kejaksaan, Mahkmah Agung memberi ruang untuk perkara sederhana agar diselesaiakan menggunakan pendekatan Keadilan Restoratif sebagai jalan penyelesaianya. 

Hal tersebut dapat kita lihat dari beberapa Produk hukum yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga diatas adalah sebagai berikut :

Peraturan Polri Nomor 8 Tahun 2021 Tentang Penanganan Tindak Pidana berdasarkan Keadilan Restoratif (Restorative Justice)

Peraturan Kejaksaan RI No. 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif

Surat Keputusan Direktur Jendral Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung Nomor : 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 Tentang Pedoman Restoratif justice

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP

Ketiga, Berkaitan cacatan Materi Persidangan kami menilai Saksi-saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum adalah Pihak yang Mewakili PT. MOEIS tidak Mampu membuktikan Hak atas tanahnya secara Yuridis didepan Persidangan, 

Hal ini tidak berbanding lurus dengan Semangat UU Perkebunan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 yang berbunyi :

Kegiatan usaha budi daya Tanaman Perkebunan dan/atau usaha Pengolahan Hasil Perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh Perusahaan Perkebunan apabila telah mendapatkan hak atas tanah dan/atau izin Usaha Perkebunan.

Sehingga kami menilai PT. MOEIS tidak patut dan tidak layak disebut sebagai Entitas Perusahaan Perkebunan, dengan demikian PT. Moeis tidak Berhak Untuk menggunakan UU Perkebunan untuk Melaporkan/menuntut Suriadi ke Penegak Hukum. 

Dalam catatan kami perkara ini sudah memiliki persoalan semenjak diterimanya laporan di kepolisian yang tidak sejalan dengan apa yang ditentukan dalam Pasal 1 angka 23 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) menyatakan: “Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.”

Keempat, Sebagai Penasihat hukum Suriadi, kami mendorong Publik untuk memberi perhatian lebih terhadap aspek legal Dari PT. MOEIS, sebab kita harus mencurigai, jangan-jangan penguasaan Tanah terhadap lahan Budidaya tidak berbasis pada aspek legal ?. 

Kecurigaan ini berbanding lurus, tatkala kami menemukan beberapa informasi yang tidak berkesesuaian tentang aspek legal yang diantaranya :

Lokasi Bidang Tanah yang menjadi ruang Budidaya Perkebunan yang saat ini dikuasai PT. MOEIS telah diubah menjadi Ruang Pemukiman, 

Hal ini dapat kita lihat malalui Lampiran-lampiran Peraturan Daerah Kabupaten Batubara No.11 pada Tahun 2020 ( Terlampir)

Berdasarkan Temuan kami, Hak atas Tanah PT. MOEIS adalah dengan Sertifikat Hak Guna Usaha dengan Nomor 3. di Desa Sipare-Pare Berakhir hak Guna usahanya pertanggal 31 Desember 2020. 

Apakah sertfikat Hak Guna Usaha dapat diperpanjang dengan kenyataan saat ini Bidang tanah yang dikuasai PT. MOEIS telah diubah menjadi Ruang yang telah diatur sebagai Ruang Pemukiman dan Bukan ruang untuk budidaya perkebunan...?

Lebih Lanjut...? Temuan-temuan diatas seolah-olah dikonfirmasi oleh Data/ Informasi dari situs website https://bhumi.atrbpn.go.id/peta milik Kementerian ATR/BPN yang menyatakan bahwa Bidang-bidang Tanah  yang saat ini dikuasai oleh PT. MOEIS di informasikan tidak/ belum dilekati hak atas Tanah. (terlampir)

Dan Terakhir, untuk Tegaknya Hukum dan Keadilan bagi Suriadi, kami mendorong dan mengajak pegiat/ praktisi hukum/ pengamat hukum/ Teman-Teman Pers yang memiliki konsentrasi untuk Dunia Penegakan Hukum untuk ikut menelaah serta memantau jalanya Perkara ini, sebab kami masih percaya bahwa keadilan masih bisa diakses bagi masyarakat luas melalui dorongan dan tekanan Publik.

Hormat kami, Simpang Gambus,13 Oktober 2023 , ZAMAL SETIAWAN & PARTNERS 

Narahubung Izam  (0813 7050 7249)


Share:

No comments:

Post a Comment

Artikel

Labels

Budaya (14) ekonomi (3) Kesehatan (13) Organisasi (153) Pemerintahan (93) Pendidikan (132) politik (83) Polri/TNI (6) sosial (106) Sumatera Utara (29)

Blog Archive