Pernikahan Putri Bupati Batu Bara Penuh Nuansa Adat, Harmoni Tradisi di Tengah Arus Modernisasi
MEDAN – Perisainusantara.com
Di tengah geliat modernisasi yang terus melaju, semangat pelestarian adat dan budaya tetap bergema dalam pernikahan putri Bupati Batu Bara, H. Baharuddin Siagian, SH, M.Si. Bertempat di kediaman keluarga mempelai pria di Jalan H.M. Joni, Kota Medan, Kamis (19/6/2025), prosesi adat berlangsung khidmat dalam suasana penuh makna dan keharuan.
Sebagai bagian dari rangkaian sakral pernikahan, kedua mempelai secara resmi menerima gelar kehormatan adat dari para raja dan tetua adat. Gelar yang diberikan adalah "Tongku Barani Hasayangan", yang sarat makna penghormatan dan harapan mulia.
Pemberian gelar dilakukan dalam prosesi adat yang dipimpin oleh para raja dan tokoh adat terkemuka, seperti Raja Torbing Balok (Pangadilan Hasibuan), Raja Panusunan Bulung (Hamka Hasibuan), serta Suhut Fansuri Daulay, dengan kehadiran keluarga besar dari kedua belah pihak, termasuk dari Kabupaten Batu Bara.
Tidak sekadar seremoni, pemberian gelar turut disertai untaian doa, petuah, dan nasihat yang mendalam. Harapannya agar pasangan pengantin senantiasa dilimpahi berkah dan kebahagiaan yang abadi—bahkan hingga tujuh turunan—serta mampu membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah.
Momen paling memukau adalah ketika kedua mempelai tampil anggun dalam busana adat Tapanuli Selatan. Dengan penuh penghayatan, mereka menari mengikuti tortor, tarian tradisional Mandailing yang mengalir seirama dengan tabuhan gondang dan semilir seruling, menggambarkan penghormatan serta kemuliaan budaya leluhur.
Tarian tersebut tidak hanya menjadi simbol estetika, tetapi juga sarana mempererat ikatan batin antarkeluarga, menghadirkan nilai-nilai cinta, kesatuan, dan keharmonisan dalam suasana bahagia.
Puncak acara ditandai dengan ritual bersimpuhnya pengantin di hadapan orang tua dan sanak saudara, memohon izin dan restu memasuki kehidupan baru. Prosesi dilengkapi dengan upah-upah, sebuah tradisi adat yang mengandung makna pemberkatan dan dukungan keluarga besar.
Kepala kerbau, sebagai simbol kekuatan dan penghormatan, turut disiapkan sebagai bagian dari prosesi. Di balik semua itu, tersirat pesan luhur: dalam budaya Mandailing, ikatan kekeluargaan lebih mulia dari jabatan dan kedudukan duniawi.
Petuah dan nasehat pun menyertai prosesi penutup, mengukuhkan bahwa nilai-nilai kearifan lokal masih menjadi fondasi kokoh dalam perjalanan hidup generasi muda, meski zaman terus bergerak maju.
(wellas)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar