-->
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi0EAIKwCOewMUoWNW47WuQuK72ih6QOPHJMRnpU7DCntRrpBQYD0o5Au6P11bCxnpJNDyOsxBp3IdFHzFFSPAhWzvyrKdEvmE6apWlbXqIYFWABnyl7NEMlrMlUwM4NCgpGmaNl5NRvf2UlfxXkv1HMk7-eaoiksbqMkaflEi0HsdjsFR5l1RhIhyphenhyphenOdiE/s16000/05e2cdf2-5f47-4771-880d-c7f1667e3450.jpeg

Kental Nuansa Tradisi, Warga Mabar Hilir Medan Tetap Lestarikan Malam Satu Suro Sebagai Warisan Tolak Bala

Kental Nuansa Tradisi, Warga Mabar Hilir Medan Tetap Lestarikan Malam Satu Suro Sebagai Warisan Tolak Bala



MEDAN – Perisainusantara.com

Di tengah arus modernisasi yang kian deras, warga Kelurahan Mabar Hilir, Kecamatan Medan Deli, Kota Medan tetap setia menjaga denyut budaya warisan leluhur. Salah satunya melalui Tradisi Malam Satu Suro yang masih terus hidup dan dijalankan dengan khidmat setiap malam 1 Muharam.

Pada Kamis malam (26/6/2025), ribuan warga tumpah ruah ke jalan-jalan kampung. Mereka berarak berjalan kaki dalam pawai doa dan dzikir, menyusuri gang-gang dan jalan utama menuju pendopo alun-alun kampung. Lantunan kalimat Lailahaillallah menggema di udara, menciptakan suasana sakral penuh haru dan ketundukan.

Yang menarik, setiap rumah yang dilalui iring-iringan peserta pawai memadamkan lampu sebagai bentuk penghormatan dan turut serta dalam doa bersama. Bukan sekadar ritual, ini adalah bentuk dukungan spiritual dari warga untuk menjaga tradisi tolak bala yang sudah berlangsung selama lebih dari enam dekade.

Menurut Rudi, salah seorang peserta pawai, tradisi ini telah melekat erat di hati masyarakat. “Kami jalan sambil berdzikir, semua lampu rumah dimatikan saat kami lewat. Itu bentuk penghormatan dan bagian dari tradisi. Ini bukan sekadar seremonial, tapi doa yang dalam,” ungkapnya.

Senada dengan itu, Dedy, Kepala Lingkungan 5, menegaskan bahwa tradisi ini adalah bagian dari warisan budaya yang sudah dijalankan turun-temurun oleh para pendahulu, terutama dari kalangan suku Jawa yang dahulu mendirikan kampung ini. Namun kini, kegiatan tersebut telah menjadi milik bersama, diikuti oleh warga lintas suku dan agama yang hidup berdampingan di Mabar Hilir.

“Ini bukan hanya tentang Jawa atau suku tertentu. Ini tentang kebersamaan dalam doa, harapan akan perlindungan, dan nilai kebaikan untuk seluruh masyarakat. Selama itu membawa manfaat, kami akan terus melestarikannya,” tutur Dedy.

Puncak kegiatan malam Satu Suro ini ditandai dengan doa bersama dan makan nasi tumpeng sebagai lambang syukur dan harapan agar tahun baru Islam membawa keberkahan. Nasi tumpeng disiapkan oleh panitia dan dinikmati bersama oleh seluruh peserta, sebagai simbol persatuan dan harapan akan kehidupan yang lebih baik.

Tradisi Satu Suro di Mabar Hilir bukan hanya pelestarian budaya, melainkan juga wujud nyata harmoni lintas etnis dan keyakinan yang saling menopang demi keberlangsungan nilai-nilai spiritual dan sosial yang luhur.

(boim)




Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Artikel

Label

Budaya (17) Kesehatan (22) Organisasi (308) Pemerintahan (244) Pendidikan (153) Polri/TNI (6) Sumatera Utara (29) ekonomi (3) politik (151) sosial (108)

Arsip Blog

FOUNDER’S MEDIA SIBER BATU BARA



 


Strategi Inalum Perluas Pangsa Pasar Aluminium Global

 


Mengenal Tiga Jenis Produk Aluminium dari INALUM

 


Tentang Inalum