-->
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi0EAIKwCOewMUoWNW47WuQuK72ih6QOPHJMRnpU7DCntRrpBQYD0o5Au6P11bCxnpJNDyOsxBp3IdFHzFFSPAhWzvyrKdEvmE6apWlbXqIYFWABnyl7NEMlrMlUwM4NCgpGmaNl5NRvf2UlfxXkv1HMk7-eaoiksbqMkaflEi0HsdjsFR5l1RhIhyphenhyphenOdiE/s16000/05e2cdf2-5f47-4771-880d-c7f1667e3450.jpeg

Diduga Lalai, Potensi Kebocoran Pajak dari Program PTSL di Batu Bara Capai Rp7 Miliar

Diduga Lalai, Potensi Kebocoran Pajak dari Program PTSL di Batu Bara Capai Rp7 Miliar



BATU BARA – perisainusantara.com

Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang dijalankan sejak tahun 2017 di Kabupaten Batu Bara kembali disorot. Program nasional yang seharusnya memberikan kepastian hukum atas kepemilikan tanah itu dinilai belum berjalan maksimal, bahkan disebut berpotensi menimbulkan kebocoran pendapatan daerah hingga miliaran rupiah.

Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Buruh Niaga, Informatika, Keuangan, Perbankan dan Aneka Industri (FSB NIKEUBA) KSBSI Kabupaten Batu Bara, Danil Fahmi, S.H., mengungkapkan adanya potensi kehilangan pendapatan daerah sekitar Rp7 miliar akibat lemahnya koordinasi antara Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kantor Pertanahan Batu Bara dan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Batu Bara.

“Dari hasil kajian kami di lapangan, banyak sertifikat tanah yang diterbitkan meski Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)-nya belum dibayar. Hal ini jelas berpotensi menyebabkan kebocoran pajak daerah,” ungkap Danil Fahmi, Rabu (15/10/2025).

Danil menjelaskan, Kabupaten Batu Bara baru memiliki kantor perwakilan BPN sejak tahun 2021, meski daerah ini telah berdiri sejak 15 Juni 2007 berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2007. Hingga kini, kantor tersebut belum berstatus kantor pertanahan definitif.

Sesuai Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 12 Tahun 2017 dan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2018, setiap penerbitan sertifikat tanah dalam program PTSL seharusnya memastikan bahwa BPHTB telah dilunasi. Namun, kenyataannya di lapangan, sertifikat bisa terbit meski pajak tersebut masih terutang.

Selain itu, lanjut Danil, BPN Batu Bara juga dinilai tidak pernah menyerahkan data peserta PTSL terutang BPHTB kepada Pemkab Batu Bara melalui Bapenda sebagaimana diamanatkan peraturan. Data tersebut semestinya berisi identitas wajib pajak, luas dan lokasi tanah, serta nomor sertifikat, dan wajib disampaikan secara berkala setiap tiga bulan.

“Akibat tidak adanya koordinasi dan pengelolaan data yang baik, potensi pendapatan dari BPHTB periode 2017–2025 mencapai sekitar Rp7 miliar tidak tertagih,” tegasnya.

Dari pihak Bapenda Batu Bara, diakui hingga saat ini belum memiliki basis data lengkap peserta program PTSL yang seharusnya menjadi dasar penetapan pajak. Padahal, berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, BPHTB merupakan salah satu sumber utama Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Melihat persoalan ini, Danil mendesak BPN dan Bapenda Batu Bara segera melakukan rekonsiliasi data peserta PTSL periode 2017–2025 dan menindaklanjuti penagihan terhadap BPHTB yang belum dibayar.

“Kami juga mendorong Kepala BPN Wilayah Sumut dan Bupati Batu Bara untuk memberikan sanksi terhadap pihak-pihak yang lalai menjalankan ketentuan dan instruksi presiden terkait PTSL,” tambahnya.

Ia berharap, langkah evaluasi menyeluruh ini dapat meningkatkan akuntabilitas pelaksanaan program PTSL dan mencegah kebocoran potensi pajak daerah di masa mendatang.

(yus)



Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Artikel

Label

Budaya (17) Kesehatan (22) Organisasi (324) Pemerintahan (333) Pendidikan (155) Polri/TNI (6) Sumatera Utara (29) ekonomi (3) politik (151) sosial (108)

Arsip Blog

FOUNDER’S MEDIA SIBER BATU BARA



 


Strategi Inalum Perluas Pangsa Pasar Aluminium Global

 


Mengenal Tiga Jenis Produk Aluminium dari INALUM

 


Tentang Inalum